HIMPUNAN Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi kemahasiswaan tertua dan terbesar di Indonesia. Organisasi yang didirikan oleh Lafran Pane dan 14 orang mahasiswa Sekolah Tinggi Islam atau Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, kini berusia 75 tahun. Banyak tokoh besar terlahir dari rahim HMI ini.
Lafran Pane adalah salah satu tokoh besar tersebut. Meski kebesarannya tak berbanding lurus dengan kondisi kehidupannya yang tak punya rumah sampai ajal menjemput. Sebagai seorang dosen, Lafran hidup sederhana nan bersahaja. Jalan zuhud mengantarkan Lafran sebagai “syahid”. Mengapa?
Pertama, tanggal kelahiran Lafran dan HMI jatuh pada tanggal yang sama: 5 Februari. Lafran lahir 5 Februari 1922. Sementara, HMI lahir 5 Februari 1947. Zodiak tanggal tersebut termasuk Aquarius yang digambarkan seorang laki-laki yang sedang menumpahkan air dari wadah yang dibawa.
Kedua, Kongres HMI IX pada 1974 di Bogor menetapkan Lafran sebagai tokoh pendiri HMI. Profesor Ilmu Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijogo ini yang meletakkan telelogis keberadaan HMI sekaligus menggugatnya.
Ketiga, Presiden Ir Joko Widodo mengukuhkan Lafran sebagai pahlawan nasional. Melalui Keputusan Presiden Nomor 155/TK/Tahun 2017, negara mengakui peran dan kiprah HMI Lafran dalam mempertahankan kemerdekaan RI dan melaksanakan ajaran Islam di seluruh Indonesia.
Sedari awal raison de’etre HMI adalah keindonesiaan dan keislaman. Misi ini menjadi fighting spirit dari keluarga besar himpunan dalam melawan agresi militer Belanda dan sekutu yang hendak kembali menjajah bumi Nusantara. Disamping, menguatnya kelompok sosialis dalam pemerintahan Syahrir dan Amir Syarifuddin, serta mengerasnya persaingan mahasiswa sosialis versus Islam dalam gerakan kemahasiswaan-kepemudaan.
Yogyakarta menjadi saksi bisu dari pergulatan intelektual dan fisik dari HMI menghadapi kekuatan imperialisme dan sosialisme. Sebuah organisasi yang tak berada dalam ruang hampa, tetapi hadir memenuhi panggilan sejarah sebagai sumber insani pembangunan.
Tak ada satupun penggalan sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa rekam jejak para kader HMI. Banyak yang berada di dalam the rulling elite, tetapi lebih banyak yang berada di luar kekuasaan menjadi kekuatan oposan.
Sebagai organisasi kader yang independen, relasi HMI dengan kekuasaan bersifat multipolar. Semua bergantung pada hubungan pribadi antar kader dengan rezim penguasa. Independensi organisatoris dan etis HMI, yang menuntun para kader mengambil jarak yang sama dengan kekuatan politik yang ada.
Kader HMI tersebar luas di semua partai, semua organisasi keagamaan, dan semua profesi. Berbekal sebagai insan akademis, pencipta, pengabdi, bernafas Islam dan bertanggung jawab terhadap terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, para alumni HMI mengukir sejarah umat dan bangsa.
Lafran dan 14 tokoh pendiri HMI telah membuat sejarah besar. Raihan Ariatama dan jajaran PB HMI sekarang sedang menulis sejarah tentang dirinya dan sejarah panjang HMI. Semua berkontribusi terhadap kebesaran dan kejayaan HMI, baik tokoh yang lekat dengan memori umat maupun tokoh yang dilupakan oleh sejarah.
Lafran dan Soewali Jember yang tercatat namanya sebagai pendiri HMI, merepresentasikan dua tokoh yang berbeda dalam memperoleh perlakuan sejarah. Tokoh yang disebut pertama adalah Ketua Umum PB HMI yang dikenang sebagai pahlawan nasional. Sedangkan, tokoh yang disebut kedua adalah Bendahara PB HMI yang tak terekam jejak sejarah hidupnya.
Tokoh senior HMI asal Jember, Kanda Imam Suhardjo berkisah bahwa ia tak tahu menahu soal dimana rimba Soewali. Nama Soewali Jember ada dalam catatan sejarah. Namun, keluarga besar HMI kehilangan jejak. Berbagai kemungkinan, disampikan oleh anggota PPP DPR RI Periode 1999-2004 ini, barangkali Soewali drop out dan balik kampung, atau meninggal dunia karena sakit atau korban perang fisik revolusi kemerdekaan.
Yang pasti, Soewali adalah “beban sejarah” HMI. Wabilkhusus para kader HMI asal Jember. Bagaimana menelusuri lorong gelap sejarah ini. Para ahli sejarah HMI-lah yang harus bisa mengetengahkan catatan penting tentang biografi salah satu pendiri HMI asal Jember ini.
Terus terang, kisah Soewali bukan sekadar soal pribadi, tapi juga soal sejarah HMI yang hilang dan menyangkut daerah Tapalkuda yang berkontribusi terhadap kelahiran HMI dalam menaungi nama-nama besar di balantika politik nasional. Ia memang bukan tokoh fiksi tapi masih menjadi misteri sepanjang waktu. Para kader HMI yang masih aktif, mutlak untuk mengkongkritkan sosok Soewali Jember sebagai tokoh maya menjadi nyata dalam sejarah. Semoga! (*)
*)Penulis adalah Pendiri Eksan Institute